East2West Property News - Lupakan saham dan obligasi. Belilah aset yang aman menjadi barang lindung nilai dan mampu melawan stagflasi global, risiko politik-geopolitik, serta kerusakan lingkungan, yakni emas atau barang metal lain dan properti.
Bolehlah beli obligasi pemerintah, tetapi yang jangka pendek-pendek saja, atau obligasi inflasi (surat utang yang pembayaran pokok dan bunganya disesuaikan dengan tingkat inflasi).
Bukan kaleng-kaleng, rekomendasi itu datang dari 'Mr Kiamat' julukan yang diberikan dunia kepada ekonom top, Nouriel Roubini, profesor ekonomi di Stern School of Business, New York University.
Reputasi ekonom aliran 'pesimis' ini mendunia berkat ramalan tepat atas kejadian krisis suprime mortgage di AS 2008, yang menjadi krisis global. Hebatnya, dia mengatakan bahwa perekonomian AS akan mengalami krisis akibat krisis perumahan pada 2006, ketika banyak bank investasi membuat prediksi ekonomi justru akan bullish.
Pandangan, bearish Roubini ditampilkan dalam karya tulis di Dana Moneter Internasional, (IMF) bersanding dengan pandangan ekonom lain yang lebih optimistis. Kutipan populernya adalah "Jika, Amerika Serikat bersin, maka seluruh dunia akan demam." Dia bilang, bahkan kenaikan suku bunga bank sentral AS (the Federal Reserve/Fed) sekalipun tak akan bisa menyelamatkan situasi.
Ramalan Roubini benar-benar menjadi nyata. Dimulai oleh krisis pasar perumahan AS pada 2007 dan Fed tak mampu berbuat apa-apa sehingga meledak jadi krisis global 2008.
Rekomendasi Mr Kiamat ini disampaikan pada artikel di Majalah Time, dengan judul agak spektakuler; "We're Heading for a Stagflationary Crisis Unlike Anything We've Ever Seen" terbit Kamis (13/10/2022) .
Ajakan melepeh saham dan obligasi pemerintah bertenor panjang ini cukup beralasan. Menurut Roubini, saham dan obligasi dan aset portofolio tradisional lainnya-obligasi negara pemerintah AS jangka panjang, saham di AS dan saham global lain akan menderita kerugian besar.
Kerugian akan melanda obligasi karena kenaikan inflasi akan memicu lonjakan imbal hasil atau yields, dan menekan harga. Inflasi tinggi juga buruk bagi saham karena kenaikan suku bunga akan merusak valuasi emiten saham.
Katanya, pada puncak stagflasi 1982, rasio kemampuan cetak laba per saham atau (price-to-earning ratio/PER) perusahaan dalam indek S&P500 turun 8 kali, dan sekarang anjlok mendekati 20. Bahkan, risiko rugi akibat pasar bearsih yang panjang diprediksi akan lebih parah sekarang.
Rekomendasi Roubini ini berkebalikan dengan tren belakangan dimana justru banyak investor emas dan properti melego aset-asetnya. Bahkan, di Jabodetabek para pemilik apartemen sudah hampir putus asa dengan menjual unit jauh di bawah harga wajar. Demikian pula harga emas terus menerus turun.
Namun, bila menilik lebih jauh apa yang disarankan ekonom senior itu, selaras dengan strategi investasi populer, value investing-meski Roubini bilang jangan beli saham. Strategi ini diciptakan oleh Benjamin Graham, guru investasi asal AS. Salah satu muridnya, Warren Buffet yang menerapkan strategi ini di pasar saham, kini menjadi orang kaya dunia dengan nilai aset US$96 miliar.
Di Indonesia, ada sosok Lo Kheng Hong yang dikenal sebagai seorang value investor sukses. Keng Hong yang dijuluki 'Warren Buffet' di kabarkan sedang gencar-gencarnya belanja, menghabiskan hampir setengah triliun rupiah uang tunainya berburu saham baru, meski banyak orang ketakutan akan pasar bearish.
Ada juga analis fundamental Teguh Hidayat, fans Warren Buffet, yang di twitternya secara terbuka bilang akan semakin getol beli saham-saham properti.
Apa itu value investing? Ini merupakan metode untuk membeli saham atau aset di bawah harga wajarnya atau sering disebut dengan saham yang undervalue, untuk kemudian di jual di harga wajar. Analisanya memfokuskan pada kondisi fundamental perusahaan dari laporan keuangan.
Prinsip inti value investor adalah hanya membeli aset yang kinerjanya bagus dan dijual murah, atau berada di bawah nilai intrinsiknya. Murah' di sini bukan soal nominal harga aset, tetapi soal nilai valuasi saham yang diincar.
Sumber : CNBC Indonesia